Berbeda dengan To Kill a Mockingbird, dalam Go Set a Watchman, Harper Lee menggunakan sudut pandang orang ketiga, alih-alih sudut pandang orang pertama. Dan ada 2 karakter yang bagi saya penting mengingat tingkah-polah masing-masing di dalam buku sebelumya yang hilang di dalam buku ini. Sebut saja: Jem Finch dan Dill. Juga banyak karakter lain yang hilang. Dan malah, saya merasa hanya ada lima karakter yang memiliki peran dalam buku ini; Atticus Finch, Jean Louise Finch, Henry Clinton, Alexandra Finch Hancock, dan John Hale Finch, alias Jack.

Entahlah. Barangkali, karena sebelumnya saya membaca To Kill a Mockingbird, yang sebagaimana kita tahu bersama, dengan jumlah karakter yang jauh lebih banyak namun terasa pas, membuat saya menaruh harapan terlalu tinggi pada buku ini. Dan lagi, ada beberapa hal yang agaknya tidak sesuai jika kita membandingkannya dengan buku sebelumnya.

Pertama, dalam To Kill a Mockingbird, posisi Alexandra adalah sebagai adik Atticus, tetapi dalam Go Set a Watchman, posisinya adalah kakak Atticus.

Dan kedua, meski saya tidak terlalu yakin jika Negro yang dimaksud dalam kasus “terbesar antara Negro melawan kulit putih” adalah Tom Robinson—semata-mata, karena dalam Go Set a Watchman pemenangnya adalah si Negro, sementara dalam To Kill a Mockingbird, si Negro kalah—akan tetapi, ciri-ciri si Negro dan kasus yang menjeratnya (si Negro cacat dan terjerat kasus perkosaan) mau tidak mau membuat saya berpikir bahwa si Negro yang dimaksud adalah benar, Tom Robinson.

Selain ketidaksesuaian di atas, terdapat hal lain lagi yang bagi saya cukup mengganggu: informasi terkait sejarah Maycomb County dan sejarah keluarga Finch yang kembali diangkat di dalam buku ini. Namun, perlu dicatat, saya merasa terganggu lantaran sebelumnya saya baru saja membaca ulang To Kill a Mockingbird, dan ingatan tentang sejarah Maycomb County dan keluarga Finch sedikit banyak masih membekas. Dan adalah hal yang menjengkelkan bagi saya jika harus membaca informasi yang sama berulang-ulang.

Namun, kalian boleh menganggap angin lalu apa yang baru saja saya tuliskan. Karena, Go Set a Watchman memang bukanlah dimaksudkan untuk menjadi sekuel maupun prekuel dari To Kill a Mockingbird. Maka, sah-sah saja semua yang saya sebutkan di atas ada di dalam buku ini. Lantas mengapa saya menuliskannya? Ya, demi memperbanyak karakter tulisan. Memangnya apa lagi?

*

Ucapkan selamat tinggal pada Scout yang polos. Karena tidak ada sosok perempuan menggemaskan itu di dalam buku ini, yang ada hanyalah Jean Louise Finch yang tetap tomboy, fanatic (menurut istilah Jack Finch), dan semakin liar (menurut istilah Alexandra); Dill telah pergi ke Italia dan tidak lagi menjadi tunangan abadi Scout; sementara Jem telah tiada—meninggal karena penyakit jantung pada usia muda. Dan muncul satu sosok lain sebagai pengganti Jem (bagi Atticus )dan Dill (bagi Jean Lousie), yaitu Henry Clinton, seorang pria yang sebelumnya merupakan kawan sepermainan Abangnya dan sekaligus tetangganya.

Setelah “terusir” dari rumahnya lantaran Atticus ingin agar anaknya melihat dunia, Jane Louise memutuskan untuk pergi ke New York dan kemudian mendapatkan pekerjaan di kota itu. Dan setiap tahun pulang ke Maycomb County selama dua minggu untuk menikmati liburan. Segalanya berjalan baik-baik saja, sampai suatu ketika, pada kepulangan tahunan kelimanya, ia harus menerima kenyataan yang membuatnya merasa lebih baik mati daripada harus menerima kenyataan itu sebagai kebenaran.

Jane Louise Finch dipaksa meruntuhkan sosok sempurna Atticus yang ia bangun dalam benaknya, menghancurkannya menjadi kepingan-kepingan lantaran kenyataan yang ia lihat. Bukan hanya Atticus, karena hampir semua orang yang dikenalnya, yang disayanginya, telah berubah dan berbalik menyerangnya. Kenyamanan, keramahan, keceriaan, dan semua hal indah yang dialaminya dulu perlahan-lahan terkikis dan tak meninggalkan apa pun.

Go Set a Watchman masih berbicara tentang rasisme. Dan bahkan lebih buruk. Jika To Kill a Mockingbird berbicara tentang seorang Negro yang dituduh memerkosa seorang wanita kulit putih dan bahkan sudah mendapat hukuman sosial sebelum dinyatakan bersalah oleh hakim, semata-mata karena dirinya adalah Negro, maka Go Set a Watchman berkisah tentang lingkungan yang membenci kaum Negro sampai taraf yang menyedihkan: mengharapkan terjadinya pemisahan kedua ras.

Di beberapa wilayah, kaum Negro melakukan pemberontakan. Hal ini, mau tidak mau membuat kaum kulit putih yang berada di Maycomb County cemas. Meski tidak ada tanda-tanda bahwa kaum Negro di Maycomb County akan melakukan hal yang sama, namun itu belum cukup untuk membuat warga kulit putih sanggup tertidur lelap. Dan kemudian, terjadilah apa yang sudah saya beritahukan.

Lantas, di pihak mana Atticus Finch berdiri?

Atticus Finch, yang dua puluh tahun sebelumnya pernah membela seorang Negro yang dituduh telah melakukan pemerkosaan, kini berbalik dan melawan kaum yang pernah ia bela; bergabung dengan William Willoughby, seorang politikus yang lebih suka mengatur segalanya dari balik layar.

*

Sebagaimana To Kill a Mockingbird yang tidak hanya berbicara mengenai rasialisme, saya kira demikian juga dengan Go Set a Watchman. Karena hampir tiga-perempat isi buku ini lebih menceritakan tentang pertarungan di dalam diri Jean Louise Finch, terutama setelah mengetahui di pihak mana ayahnya berdiri. Juga ingatan masa lalu dan masa kini yang saling berkelindan dalam pikirannya: hari-hari penuh keceriaan saat bermain bersama Jem dan Dill; ketakutannya yang berlebihan saat mendapatkan haid pertama dan bahkan mencoba bunuh diri lantaran dicium oleh teman sekelasnya, yang kemudian membuatnya mengira dirinya hamil; juga malam saat dirinya berdansa bersama Henry Clinton. Ingatan-ingatan yang seolah menegaskan bahwa dirinya ada, sekaligus tidak ada. Sesuatu yang merupakan hal baru karena tidak ada di dalam To Kill a Mockingbird.

Di novel pertamanya itu, Harper Lee membuat kita melihat dunia lewat kacamata seorang bocah yang polos, yang selalu melihat dunia baik-baik saja, dan hampir tidak ada pertarungan emosi yang dalam di diri anak itu. Semata-mata karena ia belum sanggup menarik kesimpulan terhadap apa pun yang terjadi. Namun, sebagaimana usia Jean Finch yang bertambah, caranya memandang dunia pun kemudian berganti.

Dan perilaku Jean Louise yang demikian saya rasa bisa dimaklumi. Sosok yang menjadi idola, menjadi panutan, paling dipercaya—mengecewakanmu. Menurutmu apa yang akan kaulakukan? Seberapa dalam kau akan jatuh? Jika saja Atticus sekali saja pernah melakukan kesalahan pada masa lampau, Jean Louise tidak akan sehancur itu. Sayangnya, tidak. Atticus adalah sosok yang sempurna di mata Jean Louise. Dan kenyataan yang menyedihkan itu membuatnya tidak berdaya. Akan tetapi, benarkah seperti itu? Karena nyatanya, setelah mendengar makian yang keluar dari mulut anaknya, Atticus hanya berkata pendek, “Aku mencintaimu. Terserah kau saja.”

 

Judul                    : Go Set a Watchman
Penulis                : Harper Lee
Penerbit              : Qanita
Jml. Halaman   : 286
Cetakan 1, September 2015

wpid-screenshot_2015-08-24-18-49-54_1.jpg